Mahasiswa atau Kapitalis?

0
1

Mahasiswa atau Kapitalis?

Ada saat-saat ketika sebagian dari kita bingung dan mempertanyakan, “Apa sebenarnya “tujuan” dari berkuliah? Mengapa kita sekarang menjadi mahasiswa jurusan ini? Apa sebenarnya yang kita harapkan dari ilmu ini?Faktanya, setiap tahun, puluhan ribu siswa, termasuk kita sendiri, berbondong-bondong memasuki perguruan tinggi dengan harapan yang akan membahas masalah yang disebutkan di atas.

Banyak teman kita yang masuk perguruan tinggi negeri sejak SMA. Mereka berkuliah karena berbagai alasan, seperti ingin memenuhi harapan orang tua, minat tertentu, atau alasan lain. Namun, sayangnya, banyak siswa SMA yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tinggi tanpa benar-benar memahami potensi dan minat diri sendiri, termasuk dalam memilih jurusan.

Itu tidak dapat disalahkan! Memang, kultur kapitalis kita menuntut siswa tidak memiliki kemandirian dalam menentukan status akademik mereka. Selain itu, kita sekarang berada di masa MEA, yang secara bertahap mengurangi nilai kemanusiaan orang Indonesia. Hari ini, pasar bebas harus mengatur semua program pemerintah, bahkan pendidikan. Jadi, jika kita ingin memahami dasar ilmu, jangan berharap banyak dari kultur pendidikan yang ditawarkan pemerintah. Dalam kenyataannya, sistem pendidikan modern berfokus pada penciptaan tenaga kerja, bukan ilmuwan.

Jika sistem pendidikan diatur sesuai dengan logika pasar, kita akan diperlakukan seperti konsumen dalam pendidikan. Akibatnya, kuliah akan menjadi wajar karena biayanya mahal, SKS-nya padat, tidak ada materi tentang filsafat yang rumit, pembatasan  pada pemakaian ruang kampus, dan pilihan antara intra dan ekstera. organisasi, dan lainnya. Hal yang sama akhirnya menjadi normal ketika kita berteriak di https://kecpasarkemis.com/ depan rektorat tentang biaya UKT, DO, atau hal-hal yang mengganggu kenyamanan belajar kita. Orang-orang yang tidak ingin berteriak ini biasanya adalah orang kaya, yang membuat mereka merasa tidak terbebani dengan biaya sekolah dan administrasi lainnya. Mereka juga mungkin memiliki paradigma yang dipengaruhi oleh logika kapitalis.

Ada jenis “Manufacturing Concent” yang ditawarkan oleh perusahaan melalui lembaga pemerintah, menggunakan istilah Noam Chomsky. Untuk kepentingan manufaktur, generasi muda diberi paradigma. Generasi muda tidak menyadari bahwa mereka memiliki kuasa untuk menentukan nasib mereka sendiri karena dipengaruhi oleh “status sosial”, “masa depan”, dan “pencitraan diri”. Jadi jangan Sangat mengherankan jika kita bertanya, “Mbak, Mas, mengapa ambil jurusan ini?” dan mereka menjawab, “karena tidak ada pilihan lain, Mas” atau, “Halah, Mas, yang penting bisa sekolah itu sudah baik, supaya besok sukses dapat pekerjaan enak, kantoran,” dan sebagainya.

Institusi pendidikan seharusnya berfungsi sebagai sarana pendidikan dan mencetak individu yang terdidik, tetapi mereka mulai kehilangan tujuan mereka. Fokusnya sekarang adalah menciptakan pekerja yang memiliki mental ekonomis-individualis, yaitu orang biasa yang peduli dengan realitas sosial. Institusi pendidikan secara tidak sadar beralih menjadi musuh orang-orang yang telah dididik; mereka menghasilkan kapitalis baru dan penindas baru dengan janji “SUKSES”.

Jadi, jika kita sudah berkuliah dan salah memilih jurusan, itu tidak masalah. Namun, tolong ubah paradigma kita.